Rabu, 29 Oktober 2014

Puasa Tasu'a dan 'Asyura (09 dan 10 Muharram)

Kawan,
Insya Allah kita telah memasuki bulan Muharram. Bulan Muharram merupakan salah satu bulan yang memiliki keistimewaan bila dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Berkenaan dengan bulan Muharram banyak hadits yang menganjurkan puasa pada hari Tasu'a dan 'Asyura. Hari ‘Asyura adalah hari ke 10 bulan Muharram, sedangkan hari Tasu’a adalah hari ke 9 bulan Muharram. Berikut beberapa hadits Rasulullah saw. yang menganjurkan puasa di bulan Muharram :

PUASA HARI ‘ASYURA (10 MUHARRAM)

Dari ‘Aisyah ra. berkata: Kaum Qureisy di masa jahiliyah berpuasa di hari ‘Asyura (10 Muharram) dan Rasulullah saw. juga puasa di hari itu. Setelah hijrah ke Madinah, beliau puasa juga di hari itu dan menyuruh puasa hari ‘Asyura tetapi setelah difardukan puasa di bulan Ramadhan, Nabi berkata: Siapa yang mau, boleh puasa dan siapa yang tidak mau boleh tidak puasa. (HR. Muslim)

Dari Jabir bin Samurah ra. berkata: Pernah Rasulullah saw. menyuruh kami puasa di hari ‘Asyura dan mendorong serta memperhatikan kami tentang hal itu. Tetapi, setelah difardukan puasa di bulan Ramadhan, Beliau tidak lagi meyuruh kami berpuasa dan tidak melarang dan tidak memperhatikan kami. (HR. Muslim)

Dari Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah saw. datang ke Madinah dan didapatinya orang-orang Yahudi puasa di hari ‘Asyura. Dan kepada mereka ditanyakan tentang itu dan menjawab: Di hari ini Allah memenangkan Musa dan Bani Israil terhadap Fir’aun. Sebab itu kami puasa karena hendak memuliakannya. Maka Nabi saw. bersabda:  Kami lebih dekat kepada Musa dari pada kamu. Lalu Nabi menyuruh puasa di hari ‘Asyura itu. (HR. Muslim)

Dari Abu Musa ra. berkata: Hari ‘Asyura adalah hari yang dimuliakan oleh kaum Yahudi dan dijadikannya Hari Raya. Sebab itu Rasulullah saw. bersabda: Puasalah kamu di hari ‘Asyura itu. (HR. Muslim)

Dari Abu Musa ra. berkata: Penduduk Khaibar puasa di hari ‘Asyura, mereka jadikan hari raya. Dan mereka menyuruh kaum perempuan memakai perhiasan dan pakaian yang indah. Sebab itu, Rasulullah saw. bersabda: Puasalah kamu di hari ‘Asyura itu. (HR. Muslim)

Dari Ibnu Abbas ra. berkata: Saya tiada mengetahui bahwa Rasulullah saw. mempuasakan suatu hari untuk memperoleh keutamaannya, lebih dari hari-hari yang lain, melainkan hari ini (‘Asyura), dan bulan ini, yaitu bulan Ramadhan. (HR. Muslim)

Dari Salamah bin ‘Akwa ra. berkata: Rasulullah saw. mengutus seorang laki-laki  dari suku Aslam di hari ‘Asyura. Beliau memerintahkan agar diberitahukan kepada orang banyak: Siapa yang belum puasa (di hari itu) hendaklah dia berpuasa dan siapa yang telah makan, hendaklah dia berpuasa juga sampai malam. (HR. Muslim)

AKAN MEMPUASAKAN HARI KESEMBILAN MUHARRAM

Dari Abdullah bin Abbas ra. berkata: Ketika Rasulullah saw. puasa di hari ‘Asyura dan beliau menyuruh sahabat-sahabat supaya berpuasa di hari itu. Mereka (sahabat-sahabat) berkata: Ya Rasulullah! Sesungguhnya hari itu dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw. bersabda: Kalau tiba tahun yang akan dating, Insya Allah, kita akan puasa di hari yang kesembilan (Muharram). Abdullah berkata: Sebelum tiba tahun depan, Rasulullah saw. telah wafat. (HR. Muslim)

Dari Rubai’i binti Mu’awwis bin ‘Afra` ra. berkata: Rasulullah saw. mengirim utusan di pagi hari ‘Asyura ke kampong-kampung kaum Anshar di sekeliling Madinah, menyampaikan: Siapa yang telah puasa dari pagi, hendaklah meneruskan puasanya dan siapa yang telah berbuka di waktu pagi, hendaklah dia mempuasakan hari yang masih tinggal. Oleh sebab itu,kami sesudah itu puasa di hari ‘Asyura dan akan menyuruh puasa anak-anak kami yang kecil, Insya Allah. Kami ppergi ke mesjid dan membuat untuk mereka alat-alat permainan dari bulu. Apabila salah seorang di antara mereka menangis minta makanan, baru kami berikan ketika telah tiba waktu berbuka. (HR. Muslim)

Oleh karena itu, saya mengajak diri saya sendiri beserta kawan-kawan semua untuk menjemput keutamaan di bulan Muharram yang semoga kita bisa mendapatkannya.

Jumat, 24 Oktober 2014

Selamat Tahun Baru Islam 1436 H


Jumat, 17 Oktober 2014

Biasakanlah Lidahmu untuk Berkata yang Benar

Di antara bencana lidah yang terutama sekali ialah berdusta. Yakni menyampaikan suatu berita tidak seperti apa yang terjadi. Misalnya kita berkata: Orang itu begini dan begitu, padahal sebenarnya orang itu tidak demikian apa yang diucapkannya. Jagalah lidahmu jangan sampai dipakai untuk berdusta baik secara sungguh-sungguh atau secara main-main, bersenda gurau, sebab nanti akibatnya akan menjadi suatu kebiasaan buruk yaitu menjadi bohong sungguh-sungguh.

Biasakanlah lidahmu untuk berkata yang benar, sebab perkataan yang benar dapat mengantarkan kita ke pintu surga, dan sebaliknya perkataan yang dusta mengantarkan kita ke pintu neraka.

Akibatnya, apabila kita berkata yang jujur dan melakukan perbuatan baik, perkataannya disangkanya sebagai suatu kebohongan atau keburukan, yang akhirnya orang lain itu tidak menaruh kepercayaan kepada diri kita. Itulah akibat yang diderita oleh seorang yang selalu berkata dusta ketika di dunia, dan balasan di akhirat kelak adalah neraka.

Senin, 13 Oktober 2014

Menuntut Ilmu itu Wajib bagi Muslim Laki-laki dan Perempuan

Rasulullah SAW. Bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan.”

Ketahuilah, kewajiban menuntut ilmu bagi muslim laki-laki dan perempuan ini tidak untuk sembarang ilmu, tapi terbatas pada ilmu agama, dan ilmu yang menerangkan cara untuk bertingkah laku atau bermuamalah dengan sesama manusia. Sehingga ada yang berkata, “Ilmu yang paling utama adalah ilmu Hal. Dan perbuatan yang paling mulia adalah menjaga perilaku.” Yang dimaksud ilmu hal ialah ilmu agama Islam, shalat misalnya.

Setiap orang Islam diwajibkan menuntut ilmu yang berkaitan dengan apa yang diperlukannya saat itu, kapan saja. Oleh karena setiap orang Islam mengetahui rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya shalat, supaya dapat melaksanakan kewajiban shalat dengan sempurna.

Setiap orang Islam wajib mempelajari atau mengetahui rukun maupun syarat amalan ibadah yang akan dikerjakannya untuk memenuhi kewajiban tersebut. Karena sesuatu yang menjadi perantara untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari wasilah atau perantara tersebut hukumnya wajib. Ilmu agama adalah wasilah untuk mengerjakan  kewajiban agama. Maka, mempelajari ilmu agama hukumnya wajib. Misalnya ilmu tentang puasa, zakat bila berharta, haji bila sudah mampu, dan ilmu tentang jual beli jika berdagang.


Syaikh az-Zarnuji “Ta’lim Muta’allim